Rabu, 14 April 2010

"KHAZANA KERAJINAN TANGAN WANITA ENDE LIO"



Selain hasil karya tenun, masyarakat Ende Lio pada umumnya gemar membuat anyaman dari bambu, daun lontar ataupun dari rotan. Ini adalah satu - satunya kerajinan tangan para wanita Ende Lio. Asal muasal kerajinan Anyaman adalah milik masyarakat melayu yang masih sangat di kagumi dan di gemari hingga saat ini. Konon, kemunculan kebiasaan ini di tanah Ende Lio adalah warisan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa melayu beberapa abad silam semenjak bangsa melayu menjejahkan kaki di pulau Flores. Ada beberapa macam jenis hasil anyaman yang tidak pernah musnah hingga kini misalnya;

1. Benga/Bote. Dalam bahasa Indonesia disebut 'Bakul', Adalah anyaman ini terbuat dari batang bambu yang sudah di potong, dibelah dan di iris sesuai ukurannya kemudian dianyam sedemikian rupah hingga membentuk sebuah bakul. Secara teknis, bakul bisa dibuat baik dalam ukuran yang besar ataupun kecil sesuai keinginan pembuatnya. Manfaat dari bakul ini adalah bisa mengisi/menyimpan benda - benda apa saja, seperti hasil komoditi dan lain sebagainya. Selain itu, dalam tradisi adat seperti 'Wuru Mana' (partisipasi dan sumbangsi untuk keluarga besar), bakul juga kerap digunahkan sebagai tempat menyimpan gabah atau beras untuk diantarkan kepada penyelenggara acara misalnya perkawinan, kematian dan sebagainya. Salah satu keunikan yang tidak akan pernah bisa ditiruh oleh masyarakat manapun didunia adalah mana kala Para wanita Ende Lio menjunjung bakul dikepalanya meskipun tidak dipegang, bakul itu seolah tidak mau beringsut dan tidak terjatuh dari kepala para wanita Ende Lio yang sedang menjunjungnya. Suatu keunikan yang tidak terduga oleh siapapun, memang hal ini terkesan enteng namun jika belum biasa, siapapun tidak akan bisa meniruhnya.


2. Kidhe - Kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya Nyiru. Alat ini juga terbuat dari Bambu yang dianyam dan bermanfaat untuk menampi/menyaring beras supaya bisa dimasak. Kidhe juga sering dijumpai di daerah lainnya seperti pulau Jawa, Sumatera, Bali dan lain - lain. Meski demikian, tentunya semua memiliki bentuk dan kualitas yang sedikit berbeda tergantung pembuatannya. Beberapa dekade terakhir, alat ini sudah berkembang dan dimodifikasi serta dibuat dengan plastik.


3. Nggobhe - Dalam bahasa Indonesia disebut 'Topi'. Biasanya dibuat dari daun lontar yang sudah dikeringkan. Masyarakat Ende Lio kerap memanfaatkan topi untuk melindungi kepala dari terik matahari. Model Topi yang dibuat bersayap lebar adalah contoh yang dibawahkan bangsa Portugis di tanah Flores. Pada mulanya, jenis topi yang bersayap lebar ini adalah terbuat dari kulit binatang oleh para Koboi Amerika Latin beberapa abad yang lalu, hingga akhirnya dibuat dari daun Lontar oleh wanita Ende Lio sesuai dengan ciri khas masyarakat setempat. Dalam kurun waktu beberapa dekade belakangan ini, Topi menjadi Icon dan Trend pergaulan anak muda masa kini dengan model yang sangat variatif.


4. Te'e atau 'Tikar'. Ini adalah anyaman yang terbuat dari "Re'a"atau semacam Daun Rami yang biasa tumbuh di pinggiran kali. Tentu tikar bermanfaat untuk alas tidur didalam rumah ataupun diluar rumah. Tikar dibuat sangat bervariasi karena dapat juga diwarnai menggunakan pewarna pakaian. Sama seperti 'Bakul', Tikar juga dibawah oleh bangsa Melayu ketanah Flores beberapa abad silam.


Selain benda - benda kerajinan tangan yang disebutkan diatas, beberapa tahun terakhir ini para Wanita Ende Lio juga sudah mengembangkan hasil karyanya seperti; Dompet, Tas dan Souvenir - souvenir lainnya untuk dijual. Hanya saja semua itu masih terkendala masalah kekurangan dana untuk bisa bersaing dikanca Nasional maupun Internasional. Jika saja pemerintah setempat dapat melihat dan melirik peluang ini, bukan tidak mungkin, ini bisa menjadi andalan untuk menunjang Danau kelimutu sebagai Icon Wisata Dunia.


Sekian,

Penulis, Marlin Bato (Pemerhati Budaya)

Mahasiswa Univ. Bung Karno
Fakultas Hukum
Jakarta Indonesia
Sumber Imprivisator & Inspirator

GLOSARIUM ADAT LIO (FLORES NTT)


Anahalo/anakalo:
Secara harfia berarti Yatim piatu; Ungkapan lengkapnya adalah Faiwalu-anahalo yang diartikan sebagai bawahan atau orang banyak. Stratifikasi hirarkis masyarakat Lio mulai dari yang tertinggi adalah; Atalaki/Mosalaki, Riabewa, Faiwalu-anahalo (ana riwu) - ata ho'o (para hamba/budak).

Atalaki/Mosalaki
Pemimpin adat: Sosial, politik dan religius, yang terdiri dari seorang pemimpin utama dan dibantu oleh pemimpin lainnya. Bersama Riabewa mereka bertugas mengurus perkara sosial. Mereka bekerja secara kolegial dan komplementaris. Misalnya; Tanpa kehadiran Atalaki yang lain, seorang atalaki tidak mempunyai hak untuk memutuskan perkara. Jabatan atalaki diwariskan turun temurun; ada juga kemungkinan, bahwa kalau si ahli waris dianggap tidak mampu maka dipilih seorang anggota keluarga yang dianggap cocok. Untuk jabatan yang sama sering juga dikenal Mosalaki, dan biasa juga muncul dalam nama paralel Laki Ongga.Laki tana, Watu Ongga, yang artinya pemilik tanah.

Riabewa
Pemimpin adat yang bersama dengan mosalaki menyelesaikan perkara ataupun persoalan sosial lainnya. Riabewa juga bertugas sebagai panglima yang memaklumatkan dan memimpin perang. Dalam ungkapan-ungkapan sara Lio sering pula muncul kalimat "Ria tau talu rapa sambu no'o ata mangu lau, bewa tau tewa rapa rega no'o ata laja ghawa". yang berarti Riabewa berperan sebagai juru bicara dengan orang yang datang dari luar. Di sisi lain, muncul pula ungkapan seperti; Ria gha nia tei sawe, bewa gha iju mbe'o mbeja, artinya semua riabewa sudah berkumpul.

Atanipi
Juru mimpi; Orang yang mimpi serta interprestasinya diyakini kebenarannya oleh komunitasnya. Misalnya; Sebelum membangun rumah, masyarakat adat memintahnya untuk tidur dilokasi yang akan digunakan dengan maksud agar mendapatkan petunjuk ilahi atau petunjuk dari roh-roh para leluhur. Dilain pihak, orang-orang sakit juga datang meminta bantuannya.

Bhaku
Peti tempat penyimpanan tulang-belulang orang mati, atau juga rumah kecil berukuran sekitar 2x2 meter dimana peti tersebut disimpan. Biasanya rumah kecil itu didirikan di dekat Heda. Pemilik Bhaku biasanya orang-orang kaya dan terkenal dalam masyarakat.

Dalo/pasodalo
Balok penahan balai-balai. Balok penahan tersebut mempunyai nama masing-masing, seperti;
1. Dalo one - balok penahan balai-balai rumah.
2. Dalo te'nda: balok penahan balai-balai
3. Dalo lena: balok penahan semacam loteng tempat penyimpanan barang berharga.
4. Pasodalo: adalah bagian dari balok penyanggah tersebut yang mencuat keluar.
Di beberapa tempat bagian tersebut, sering kali dipahat dan diukir. Ada juga yang meletakan pelupu dan dijadikan tempat duduk atau tempat tidur.

Heda/keda
Kuil tempat tinggal roh-roh. Heda biasanya didirikan didekat Hanga/kanga. Didalam heda tersebut biasanya disimpan Anadeo, yaitu pasangan patung berukuran kecil yang merupakan personifikasi dari bapak dan ibu asal suku dibawah kepemimpinan seorang Mosalaki. Patung tersebut biasanya telanjang dan hanya bagian genitalnya yang ditutup dengan kain. Pada jaman dahulu bagian genital itu tidak ditutup karena membahasakan kesuburan dan kemakmuran. Heda adalah simbol lelaki-tidak ada hasil dan kelahiran di heda. Simbol wanita adalah rumah adat; disana ada kesuburan dan kelahiran. Biasanya, pada salah satu dinding atau pintu rumah adat dipahat pasangan buah dada wanita yang mengungkapkan kesuburan rumah adat tersebut. Dirumah adat juga disimpan emas yang biasanya bermotif vulva (bagian luar sistem reproduksi wanita yang meliputi; labia, lubang vagina, lubang uretra dan klistoris) yang jelas mempunyai hubungan metaforis dengan wanita.

Hanga/kanga
Pelataran suci ditengah kampung tempat berlangsungnya upacara adat dan berbagai aktifitas sosial lainnya. biasanya orang-orang besar dan terhormat dikuburkan di dekat atau di dinding hanga/kanga.

Jo/Fi'i jo
Perahu besar. Fi'i jo bisa berarti sebuah perahu. Ungkapan yang sering muncul dalam masyarakat adat Lio adalah sai Du'a nggoro no'o fi'i jo, sai Ngga'e wa'u no'o mangu au yang berarti sejak Du'a Ngga'e (Sang Pencipta) atau leluhur datang dengan perahu, dan turun melewati tiang mangu. Ungkapan itu bisa juga berarti; Sejak awal mula.

Ju/Ju-angi/Nu-angi
Secara harfia berarti angin atau juga awan. Awan atau angin yang dipersonifikasikan dan ditakuti sebagai pembawa wabah penyakit dan kematian atau roh-roh jahat. Ungkapan yang kerap juga muncul dalam masyarakat adalah Ju-seka yang berarti kutukan atas nama roh jahat. Kalimat Ju-seka juga kadang di artikan permohonan dengan rincian definisi sebagai berikut; Semoga Roh jahat menusukmu Hingga mati !!

Kanda wari/T'enda teo'
Tempat persembahan yang terbuat dari papan ataupun bambu yang digantung dari atap di tengah-tengah rumah. Di atas tempat ini biasanya diletakan satu atau beberapa batu ceper sebagai tempat untuk menyajikan persembahan.

Keba' Ndera'
Tali pikulan; Tali yang menghubungkan beban-beban yang ada di bagian punggung dan dibelitkan atau ditahan pada dahi orang yang memikul beban tersebut. Tali tersebut biasanya terbuat dari bahan yang kuat tapi lembut, seperti boro (sejenis lontar) dan lain sebagainya.

Keba' rate'/rate' keba'
Kubur atau pekuburan; dahulu kala, mayat biasanya dibungkus dengan tikar dan dikuburkan dengan posisi duduk. Hal-hal yang berkaitan dengan kubur dan orang-orang mati umumnya sangat dihormati dan ditakuti. Kubur biasanya terletak tidak jauh dari rumah. Hal ini memperlihatkan kesatuan roh-roh orang mati dan perlindungan dari mereka, dan batas antara hidup dan sesungguhnya tidak terlalu jelas. Sehingga muncul ungkapan dalam bahasa masyarakat Lio yaitu; 'Nggoi keba, Ngaki rate'. yang berarti bahwa tugas dari orang hidup/ahli waris adalah menjaga dan membersihkan kubur leluhur.

Kogo laba
Balok yang dipasang mengarah ketiang mangu (tiang utama penyanggah atap rumah). Salah satu tempat untuk menyajikan persembahan bagi Wujud Tertinggi atau roh-roh yang lain.

Leke'/Ineleke'
Pontianak, roh jahat; biasanya diyakini leke/ineleke muncul dalam rupa seorang wanita muda dan cantik yang punggungnya berlubang. Leke/ineleke biasanya mengganggu ibu-ibu hamil, menggoda lelaki, dan menculik anak-anak. Leke/ineleke biasanya muncul pada siang hari.

Leke'/leke' pera'
Tiang penopang rumah; Tiang penopang rumah adat Lio mempunyai namanya masing-masing. Leke' one, leke ria adalah tiang-tiang besar yang dipasang pada bagian sudut rumah. Leke' pera' adalah tiang yang paling penting secara religius karena merupakan tempat turun naiknya roh-roh ataupun Wujut Tertinggi. Tiang tersebut terletak di sebelah kanan rumah adat.

Limabua
Secara harfia berarti tangan berbulu. Limabua adalah roh bumi atau disebut dalam bahasa Lio "tana watu" yang kadang dapat dilihat secara langsung oleh orang-orang tertentu dan pada saat-saat tertentu. Limabua atau tana watu dapat diidentikan dengan Ngga'e dewa.

Mangu/mangu au/pu'u mangu
Tiang utama penyanggahatap rumah. Tempat untuk meletakan bahan-bahan persembahan,  tempat turun naiknya Wujud Tertinggi. Mangu au, Pu'u mangu, mangu bewa adalah nama-nama tiang mangu. Mangu juga berarti tiang layar perahu.

Mase/musumase/tubu/tubumusu/lodo nda
Batu lonjong yang mempunyai ukurang tinggi lebih dari satu meter yang ditanam tegak ditengah-tengah hanga/kanga (halaman rumah adat). Heda, hanga dan mase merupakan satu kesatuan yang menjadi pusat kehidupan suatu kampung. Lodo nda adalah batu ceper kecil yang dipasang didepan musumase. Lodo nda adalah simbol wanita dan berpasangan dengan tubumusu (phallus) yang merupakan simbol laki-laki.

Mataria
Mata besar; adalah roh-roh jahat yang sejenis dengan suanggi besar penjaga wilayah adat atau juga sering diartikan atapolo.

Polo/atapolo
Roh jahat; Bisa juga berarti pria atau wanita dewasa yang dituduh sebagai pengisap darah dan pemakan mayat manusia. Polo ko, adalah tarian dan nyanyian sesudah kemenangan perang yang diiringi dengan gong dan gendang.

Nitu/nitu pa'i
Roh-roh, roh-roh alam bisa juga disebut Nitu pa'i. Nitu umumnya bertempat tinggal dirumah, air, batu besar,  pohon besar dan lain sebagainya. Nitu lowo adalah roh-roh yang tinggal dikali. Nitu pu'u kaju adalah roh-roh yang tinggal dipohon besar. Nitu watu adalah roh-roh yang tinggal dibatu besar. Nitu pa'i diyakini sebagai roh-roh pelindung keluarga yang tinggal disudut kanan ruangan belakang rumah adat. Selain itu, ada pula Nitu pa'i yang dianggap jahat oleh sebagian masyarakat. Dilain pihak, Nitu sebagaimana dibeberapa tempat di wilayah Lio adalah sejenis binatang serangga yang sering dijumpai dan hidup pada sumber mata air yang dianggap sakral oleh masyarakat. Sehingga jika salah satu masyarakat menjumpainya, sering di umpat dengan kalimat yang agak kotor, 'maaf' misalnya; "Nitu mera hoa, aku tei dowa, ndanda ke seliwu mboko rua", artinya Nitu yang sedang telanjang, saya sudah melihatnya, kelaminnya berjumlah enam buah. Ungkapan ini dimaksudkan semacam Tolak bala (keselamatan) supaya orang yang melihatnya terhindar dari bahaya-bahaya mistis yang diyakini oleh masyarakat setempat.

Saga/saga au
Tiang tempat meletakan persembahan bagi Wujud Tertinggi atau roh-roh. Ujung atas tiang tersebut biasanya dipahat membentuk perahu atau kepala kuda. Di atasnya di tempatkan sebuah batu ceper tempat meletakan persembahan. Saga au adalah tiang yang terbuat dari bambu.

Soku/soku ria/soku lo'o
Belahan bambu yang dipasang melengkung dari puncak atap rumah sampai kedinding. Belahan bambu itu membentuk lengkungan atap rumah. Di beberapa tempat nama tersebut hanya digunakan untuk belahan bambu yang dipasang pada empat sudut atap. Soku ria adalah belahan bambu yang berukuran besar. Sedangkan soku lo'o adalah belahan bambu yang berukuran kecil.

So bhoka au/so au
Divinasi dengan potongan bambu yang dimasukan kedalam api, kemudian diputar, dan ata mbe'o (dukun) memaknai arti pecahannya.

Tadho waja/ladho waja
Tempat duduk di dekat tungku api. Cuatan kayu penyanggah tungku api dirumah adat yang kadang kala dipahat pelengkung dan diukir dengan motif-motif tertentu.

Watu
Batu. Watu wisu lulu adalah batu persembahan yang diletakan disudut kanan rumah adat, juga adalah nama roh-roh pelindung keluarga yang tinggal disitu. Watu tana atau tana watu adalah roh penguasa bumi.

Wewa
Hampir sama artinya dengan sa'o yaitu; rumah; kesatuan unit sosial yang berpusat pada rumah. Ungkapan yang muncul dalam masyarakat adalah 'We'e nia ma'e mila, wewa ma'e penga' yang berarti; Semoga garis keturunan patrilineal tak terputus. Selain itu wewa  juga dapat di artikan secara harfia yaitu; Halaman depan rumah.

Wisu lulu
Sudut kanan bilik belakang rumah adat; tempat yang paling suci dan paling sakral dalam rumah-rumah adat Lio. Ditempat ini biasa diletakan sajian bagi roh-roh dan arwah para leluhur.

Wulaleja
Kekuatan rohani tertinggi yang kadang-kadang diartikan sama dengan Du'a Ngga'e. Wulaleja adalah tempat tinggal Du'a Ngga'e yang paling tinggi dan bersifat semesta dalam jagat raya.

Sekian !!!


Penulis; Marlin Bato
Sumber; Alm. Paul Arndt. SVD Lahir Jerman 10 Januari 1886 dan
Wafat Todabelu Flores NTT - 20 November 1962