Kamis, 22 April 2010

JEJAK - JEJAK KERAJAAN LIO


Rumah Adat.

Proses pengangkatan figur Pius Rasi Wangge menjadi Raja Lio secara keseluruhan  yang wilayah otoritasnya mencakup Nanga Blo (sebagian wilayah administrasi                        Kab. Sikka/Maumere) sampai Nanga Mboa di ujung Barat Kab Ende Flores NTT, terjadi secara aklamasi (Acclamation).
Pada sekitar tahun 1909-1910 pemerintahan Hindia Belanda memasuki wilayah Lio   dan menetap dikitaran wilayah Wolowaru. Pius Rasi Wangge, adalah sosok yang biasa            dan sederhana layaknya lelaki lainya yang ketika itu   tinggal bersama kakaknya  Mari Wangge dan Bhoka Logho   di wilayah Lise Nggonderia yang sekarang menjadi  desa Watuneso kecamatan Lio Timur Kab. Ende Flores NTT.     Pius Rasi Wangge hadir  ditengah keluarga adalah seorang lelaki dari garis keturunan bangsawan didesa Wolo Lele A   (Kec. Lio Timur) yaitu Keluarga Besar Ndori Wangge (Riabewa) yang merupahkan   pertaliah darah yang erat dengan Mari Wangge (Keluarga besar Mosalaki  Hebesani Watuneso). 
Pada sekitar tahun 1910, Pius Rasi Wangge di sekolahkan oleh Bhoka Logho di Sekolah   Rakyat (SR) setingkat   Sekolah Dasar (SD), jaman Belanda di distrik Lela.        Ketika itu    pemerintahan kolonial Belanda hanya memperbolehkan keluarga bangsawan khususnya       laki-laki untuk mendapatkan pendidikan di Sekolah      Rakyat (SR) tersebut. Kendati    demikian  usaha Bhoka Logho untuk menyekolahkan adiknya Pius Rasi Wangge sempat  terjadi penolakan oleh Tua Skebe yang           menyeleksi siswa baru karena faktor usia Pius Rasi         Wangge yang sudah mencapai sekitar 30 tahun.           Namun Bhoka Logho tidak kehilangan akal, sehingga           Bhoka Logho menyarankan adiknya supaya memanipulasi umur dan rambut serta    kumis tebalnya dicukur hingga botak agar terlihat lebih mudah belia untuk mengecoh    perhatian Tua Skebe . Beberapa hari kemudian,                Bhoka Logho dan adiknya Pius Rasi   Wangge   berangkat   lagi ke Distrik Lela. Sesampainya disana Bhoka Logho membuat   pengakuan kepada 'Tua Skebe' bahwa yang     akan didaftarkan itu adalah kembaran dari Pius Sendiri. ("Dengan sebuah ungkapan" Tua, Ina Aji kai,                     eo mere mai Ka'e kai !! Artinya;     Pater/Bapa, ini  adiknya yang kemarin Kakaknya. Cara itu terbukti ampuh mengecoh Tua    Skebe, sehingga akhirnya diterima untuk   di sekolahkan di Lela.
Kemudian sekitar tahun 1914, pemerintahan Hindia  Belanda mempertimbangkan eksistensi    administratif pemerintahan yang mempermudah sistem kerja agar bisa dikontrol dengan    menerapkan konsep pemerintahan       ala kerajaan Belanda dibawah kepemimpinan Ratu Wihelmina (Wihelmina Helena Pauline Marie van Orange Nassau; Lahir 31 agustus 1880 dan  mangkat 28 November 1962). Puteri Orange Nassau adalah Ratu Belanda sejak 1890 - 1948  dan Ibu Suri dengan sebutan Puteri sejak    tahun 1948-1962. Terkait rencana besar ini,  pemerintahan Hindia Belanda mengundang para Mosalaki Lise Tana       Telu Kunu Lima dari   Enam ( 6 ) aliran mendatangi Wolowaru, central koordinasi kolonial untuk wilayah Lio. Perhelatan  pemilihan Raja Lio dilakukan ditempat ini. Seluruh Mosalaki atau perwakilan   atas nama Mosalaki datang ke Wolowaru. Sedangkan Laki Koe Kolu Hebesani  Lise Nggonderia   Mari Wangge hanya diwakili adiknya seorang tokoh bernama Bhoka Logho. 
Pada tahapan  pemilihan dimulai, Tua Skebe sebagai negosiator dari pemerintah Belanda   bertanya kepada   para Mosalaki atau perwakilan Mosalaki yang hadir saat    itu dengan kalimat   dalam bahasa Lio: (Laki Tana Unggu, Kau fonga Raja leka sai? "Laki Tana Unggu penu    so", Aku fonga, Raja leka du'a neku). Kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia    kira-kira seperti ini           ucapannya; "Pemangkuh adat tertinggi (klan) tanah    'Unggu', Menurut kehendak anda, Siapa yang akan jadi    Raja ? Laki Tana Unggu menjawab; Kehendak saya, Raja  ada pada saya sendiri. Pertanyaan yang sama juga dilontarkan kepada "Laki Tana Kune Watu Mara  (Kunemara), Laki Tana Nggoro dan seterusnya sampai kepada 'Laki' yang ke 5  dijawab dengan jawaban yang   sama juga. Dan akhirnya, pertanyaan yang sama juga    diajukan  oleh Tua Skebe kepada Bhoka Logho, aji ana (Kerabat dekat) sebagai delegasi  Laki Koe Kolu Hebesani Lise Nggonderia. Karena merasa sudah mengenal, Tua Skebe    langsung menyapa nama Bhoka Logho.("Boka" !! kau fonga Raja leka sai ?) Artinya;    Bhoka !! Menurut kehendak anda, Siapa yang akan jadi raja ? Dengan sedikit terdiam untuk     sebuah pertimbangan, lalu Bhoka Logho menjawab; "Tua, Raja dau leka ata eo    sekolah, no'o    eo tuli mbe'o soli basa mbe'o sura ". Artinya;  Pater/Bapa!! Seorang Raja itu harus orang yang berpendidikan (sekolah) dan dapat menulis serta    membaca surat.    Beberepa saat kemudian, Tua Skebe bertanya kembali kepada Bhoka Logho dengan      pertanyaan yang sama. Akhirnya Bhoka Logho menjawab untuk kedua kalinya; Tua, Aku    fonga Raja leka aji       aku Pius Rasi Wangge eo nebu ina aku pati sekola gheta Lela ( SR    ) Kira-kira diterjemahkan seperti ini; Pater/Bapa, Menurut kehendak saya, 'Raja' ada    pada    adik saya Pius Rasi Wangge yang saat ini saya sekolahkan     di Sekolah Rakyat ( SR )    'Lela' (Di Kab. Sikka). Setelah pendapat logis ini, Tua Skebe melontarkan kembali kepada    semua Mosalaki/Delegasi yang hadir ditempat itu.. (Ngere Emba ? gha Bhoka nosi, raja    leka aji kai ngai eo tuli no'o basa mbe'o sura).  artinya; Bagaimana ? Bhoka    mengusulkan,    Raja ada pada adiknya karena    bisa menulis dan membaca surat. Setelah    mendengar pandangan yang logis itu, akhirnya seluruh Mosalaki/Delegasi yang hadir disitu    menjawab; Molo dowa, ngai kai gare do ngere gharu, kami di sama bu ngere kai    gharu    Artinya; Baiklah, Karena Dia sudah mengemukakan pendapat seperti itu, kami pun sama  seperti Dia. Pada akhirnya, semua sepakat dan pemerintahan Kolonial lalu menjadikan keputusan Bhoka Logho itu, sebagai bahan pertimbangan dan acuan keputusan    serta penetapan final nama Pius Rasi Wangge seraya meminta Bhoka Logho agar secepatnya menjemput adiknya Pius Rasi Wangge dari (SR) Sekolah Rakyat Lela    Maumere    yang sedang duduk di bangku kelas 4 ( empat ) karena pada waktu itu Pius Rasi   Wangge dibesarkan   didesa Watuneso oleh Mari Wangge, Bhoka Logho atau ditengah    keluarga Mosalaki Hebesani Lise Nggonderia. 
Di    (sao ria tenda bewa)   rumah    adat    WoloLele B (Kec. Wolowaru), pemerintahan Hindia    Belanda mempersiapkan acara pengukuhan (Inauguration).      Dengan disaksikan oleh para    Mosalaki dan Delegasi masyarakat adat "Lise Tana Telu Kunu Lima" akhirnya     Raja Lio    dikukuhkan (Inauguration) secara resmi oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tahun   1914    sekaligus memberikan legitimasi kekuasaan administratif dibawah pemerintahan   kerajaan sehingga kekuasaan    Raja Lio Pius Rasi Wangge hanya dalam batasan kekuasaan atas wilayah administratif pemerintahan Hindia Belanda saja. Sistem Pemerintahan   Kerajaan Lio ini sangat sebanding dengan sitem pemerintahan Hindia Belanda    yang pada waktu itu bahkan hingga kini menganut "Monarki Konstitusional", yang mana kekuasaan raja    bersifat terbatas dan secara simbolik saja karena ada peran lain yang mengatur wilayah  kedaulatan dan kekuasaan Raja. Raja Lio, Pius Rasi Wangge oleh Belanda diberih    wewenang    untuk mengatur wilayah administratif dari Nanga Blo (Kab. Sikka) sampai    Nanga  Mboa ujung barat Kab. Ende dengan tugas yang teramat berat yaitu menahklukan    serta menyatukan seluruh Mosalaki - mosalaki yang mendiami wilayah itu karena pada   masa    itu masih sangat rentan dan sesekali timbul konflik horisontal yang berkepanjangan    antara penguasa-penguasa tanah ulayat setempat. Selain itu Raja Pius Rasi Wangge juga    ditugaskan menarik upeti (Pajak) untuk pemerintah Belanda. Raja Lio ini berkuasa sejak tahun  1914 hingga 1947. Kemudian beliau di beritakan wafat       di Kupang, ditembak mati oleh  tentara Belanda karena berkolaborasi dengan pemerintah Jepang. Sementara itu  dari    versi sejarah yang berbeda, Raja Pius Rasi Wangge diberitakan diculik oleh tentara    Nipon ke Jepang dan tinggal disana sampai akhir hayatnya. 
Beberapa waktu yang lalu juga, ada berita mengenai kemunculan sosok "Sugishima Takashi" yang mengklaim  diri sebagai keturunan langsung dari Raja Pius Rasi Wangge dan    melakukan penelitian di Wololele A sebagai garis keturunan langsung dari Raja Pius Rasi  Wangge. Kendati demikian, pengklaiman tersebut tentu harus dibuktikan secara medis  melalui 'tes DNA' agar tidak terjadi kesimpangsiuran dikemudian hari. 
Catatan; Masih banyak misteri tentang Kerajaan Lio yang harus diungkap agar masyarakat   Lio, Nasional bahkan Internasional layak tahu yang sesungguhnya. Hal-hal yang masih misteri    itu antara lain,
Seperti;
1. Benda - benda peninggalan Raja Pius Rasi Wangge.
2. Keberadaan Jasad (Makam) Beliau.
3. Surat Keputusan Pengangkatan Raja Lio oleh pemerintahan Belanda (Arsip Museum  Nasional Belanda).
4. Jejak-jejak (Ideologis) masa pemerintahan Raja Lio.
Beberapa waktu lalu, penulis pernah membaca di sebuah domain mengenai batas  kedaulatan    antara Raja Lio     dan Raja Sikka. Seperti tertulis diatas, Kerajaan Lio (Pius    Rasi Wangge)  disebutkan berkuasa dalam batas wilayah yaitu  dari  Nanga  Blo   sampai   Nanga  Mboa sementara penulis menemukan tulisan yang menyebutkan Raja Sikka (Don    Thomas) berkuasa pada wilayah Kekuasaannya    yang meliputi wilayah Larantuka sampai  Mole  Kelisamba (sekarang wilayah Lio) hingga ke Wilayah Manggarai.     Akan tetapi jika    dicermati dari historia sejarah dan fakta sejarah yang masih terlihat hingga kini, penulis   bertanya-tanya;
1. Mengapa Orang Nanga Blo (Kab. Sikka) sampai Nanga Mboa hingga kini menggunakan  Bahasa Lio ?
2. Mengapa, pola berpakaian, tata cara bahkan struktur adat orang Nanga Blo mencerminkan      adat Lio ?
Mungkin ini tugas bersama yang cukup rumit untuk   menggali lebih mendalam tentang   sejarah-sejarah yang diukir oleh para pendahulu yang sudah tiada.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan atau menyinggung perasaan siapa pun yang membacanya melainkan hanya semata-mata sebagai dasar pengetahuan bersama dan   menjadi bahan acuan untuk menyingkap  fakta sejarah yang belum terkuak agar lebih  sinkron  antara yang satu dengan yang lainnya. Ingat !! Bung Karno pernah berkata;  Jangan   Sekali-kali Melupakan Sejarah (JAS MERAH).


Sekian !!
Oleh; Marlin Bato
Mahasiswa Univ. Bung Karno
Fak. Hukum
Jakarta Indonesia
Sumber Lisan; Keluarga Besar Mosalaki Hebesani Watuneso
Jhony Logho-Mosalaki
Paulus Logho Gatu-Kerabat
Wenslaus Tani-Kerabat
Kornelis Wiriyawan Gatu. S.Sos-Kerabat